Sunday, February 28, 2010

WARNA WARNI PAKAIAN SUKU DAYAK



Saya sedang asyik membolak balik Majalah Jalan-jalan Edisi November 2009. Pas dihalaman 80 saya melihat foto-foto suku Dayak, karya fotografer Bimo Wiratnanto. Ekspresi suku Dayak yang tergambar sampai halaman 85 itu, mengingatkan saat saya nonton Festival Dahau Sendawar.



Acara itu berlangsung di Melak. Lokasinya di pedalaman Kalimantan Timur. Dikatakan pedalaman soalnya perjalanannya lmemang lumayan jauh. Dari Samarinda berangkat jam 17.00. Sampai di Melak yang terletak di tepi Sungai Mahakam itu, jam 24.30. Sempet berhenti juga sih 1 jam makan malam di perjalanan.

Perjalanannya lumayan seru. Soalnya disebagian tempat melalui bekas-bekas hutan. Jarang ketemu kendaraan. Perkampungan jauh-jauh. Di jalan tak ada lampu penerangan. Mana gelap. Mana sepi. Di mobil hanya ber 3 saja. Pak sopir mobil carteran. Saya dan Endah RH. “ Tapi aman kok jalan malam“, begitu info dari beberapa teman.

Meski lelah diperjalanan, tapi rasanya puas banget. Soalnya pagi hari, saya bisa melihat pestanya orang-orang Dayak. Bisa melihat mereka menari. Melihat di televisi suku Dayak menari sih sering. Tapi melihat mereka menari langsung, ya baru pertama kali ini. Jadi capek-capek juga semangat abizzz.



Buat saya, yang menarik bukan hanya gerak tari mereka. Tapi saya juga tertarik dengan pakaian yang mereka pakai. Dilapangan, saya bertemu dengan rombongan para penari. Setiap grup berbeda pakaiannya. Ternyata meski sesama Dayak, tetapi belum tentu sesuku.

Jadinya pagi itu saya pun baru tahu kalau ternyata suku dayak itu banyak sekaleeee. Ada Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Tunjung, Suku Dayak Bentian, Suku Dayak Modang, Suku Dayak Ma’anyan, Suku Dayak Paser, Ini baru sebagian. Masih ada lagi, bro !

Saya langsung mendekat dengan kelompok penari yang berpakaian manik-manik. Dimana saja, kalau melihat pakaian tradisionil yang bermanik atau bermonte seperti itu, citranya pasti Suku Dayak. Tapi setelah di situ, saya baru tahu ternyata ada warna-warna dominan yang selalu jadi pegangan setiap suku. Itu baru warnanya.



Belum lagi motifnya. Motifnya juga macam-macam. Umumnya kekayaan alam disekitar mereka menjadi inspirasi motif-motif pakaian tradisional Suku Dayak. Saya paliiing seneng dengan motif burung Enggang. Dimata saya Burung Enggang itu cantik dan anggun sekali. Iya nggak sih ?

Ternyata Burung Enggang itu tak berupa motif dipakaian itu saja. Tapi saya sempet ketemu dengan rombongan penari yang memang dikepalanya dihiasi bulu-bulu Enggang. Trus di tangannya juga memakai hiasan bulu enggang.



Haduuuh, kalau sudah melihat penari-penari ini menari, saya sampai terkagum-kagum. Gerak alunan tangan berhias bulu enggang, hentakan kaki dan liukan kepalanya. Senyumnya. Cerianya dan keanggunannya, semua menggambarkan kiprah si burung cantik itu. Feeling saya nggak salah kan ?
Ternyataaaaa,
dulunya Burung Enggang itu burung yang amat digandrungi para dewa. Makanya dipelihara dan disayang para dewa. Warnanya bagus dan gerak langkahnya serba anggun.

Trus ada juga yang pakai ikat kepala dengan hiasan taring-taring harimau. Katanya sih, melambangkan kekayaan dan juga kekuatan. Dulu sih mereka memakai taring harimau beneran. Soalnya mereka memang tinggal dihutan-hutan. Tapi sekarang saya melihat taring-taring itu imitasi. Saya belum melihat taring yang beneran. Kalau beneran barangkali pemakainya bisa punya kesan macam-macam. Berwibawa ? Serem ? atau malah MACAN ? Manis dan cantik !

Trus ada lagi para petugas pager bagus dan pager ayu yang menerima tamu. Bajunya lain lho. Warna ungu. Ternyata mereka menggunakan bahan baju dari ulap doyo. Ulap doyo ini terbuat dari daun doyo. Jadi mereka menggunakan tenun dengan bahan alami. Mereka tak menggunakan hiasan manik-manik. Hiasan yang mereka gunakan benggol-benggol uang logam. Benggol logam kuno. Jadi antik sekali. “Saya dapat dari ibu saya. Ibu saya dapat dari nenek”, ungkap seorang ibu di situ.



Soal benggol-benggol itu, ada yang pake satu kalung logam. Ada juga yang susun tiga. Tapi ada juga yang berupa sabuk. Kalau sabuk kan yang dipakai banyak sekaleeee. Manal saya lihat, benggolnya asli. Bukan imitasi. Ck ck ck, edian tenan. Kebayang nggak sih gimana sugihnya leluhur wanita pengguna sabuk benggol itu. Harganya juga pasti nggak kira-kira.

Paling aneh para penari Tari Hudoq. Ditengah orang yang serba cantik, serba feminin dan serba gemerlap dengan hiasan manik-manik, penari tarian hudoq ini yang paling beda. Penarinya berbaju potongan daun pisang dari atas sampai bawah. Mukanya memakai topeng, berupa kepala burung. Sereeem. Ternyata ini memang adat dari suku Dayak Modang dan Suku Dayak Bahau, saat merayakan pesta menanam padi. Maksudnya mereka memohon pada dewa-dewa mereka, agar padi yang ditanam aman dari segala macam hama dan gangguan lainnya.



Ini memang hanya beberapa gambaran saja. Sebenarnya masih banyak lagi pakaian adat suku dayak lainnya di lapangan pesta itu. Tapi dari sini bisa disimpulkan. Betapa tanah air kita kaya akan budayanya. Dari segi pakaian adat saja, Suku Dayak bisa menampilkan banyak ragam. Tinggal sekarang bagaimana kita memelihara budaya itu agar tetap hidup di generasi mendatang. Tetap dikenal oleh yang muda-muda. Jangan sampai punah lah yaw !*** (ira).

2 comments:

  1. Hi saya mau bertanya kalau ingin menggunakan foto Dahau Sendawar untuk artikel saya di Majalah Mandala, apakah memungkinkan? bisa email ke qnoy2k@yahoo.com urgent. Thanks. Kenny

    ReplyDelete
  2. Boleh, mau yang mana ? Suka yang mana ? Sumber fotonya di tulis ya.

    ReplyDelete

Terbayang-bayang Pulau Maratua

Terbayang - bayang Pulau Maratua

Sore hari di Pulau Maratua Dalam trip saya ke Kepulauam Derawan, maka saya singgah di beberapa pulaunya. Di antaranya  pulau Maratua,...

Main Ke Stone Garden