Saya di Kompleks Candi Muara |
Akhirnya sampai juga saya di Candi Muara Takus. Soalnya sudah beberapa kali saya ke Pekanbaru, tapi urusannya kerjaan melulu. Lagi-lagi tak sempat. Memang semua harus diniatkan. Tanpa niat, maka tak bakalan sampai. Kali ini, Alhamdulillah bisa jalan-jalan di Candi Muara Takus.
Candi yang merupakan situs candi Buddha ini letaknya lumayan jauh dari Kota Pekanbaru. 135 kilometer. 2 jam an perjalanan darat. Berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Kelihatannya sih jauh, tapi sebenarnya perjalanan ke sana tak membosankan. Pemandangannya lumayan bagus.
Lewat perbukitan, ada hutan, ada menyisir sungai. “Lho ini jalan lintas antara Pekanbaru ke Padang ya ?”, begitu tanya saya pada Lia rekan yang menemani saya di perjalanan. Saya jadi teringat, saya melintas jalan ini dari Padang menuju ke Pekanbaru beberapa tahun yang lalu. Pas lewat Kota Panjang, di sebelah kiri sungai dengan warna hijau tua. Tenang airnya. Tapiiiii di sebelah kanan tebing tinggi yang rawan longsor. Beberapa kali saya melihat dari media, jalur lintas propinsi ini terputus, gara-gara tebing ini longsor.
Salah satu situs di Candi Muara Takus |
Candi yang merupakan salah satu pusat pemerintahan di jaman keemasan Kerajaan Sriwidjaya ini, bersih dan sangat terawat. Sayangnya hingga saat ini masih belum jelas kapan sebenarnya candi ini dibangun. Beberapa sumber menyatakan di abad ke tujuh, kesembilan bahkan ke empat belas. Mudah-mudahan disuatu saat para peneliti sejarah dapat menemukan bukti-bukti yang menunjukkan tahun pastinya pembangunan candi bersejarah ini.
Terdapat beberapa candi di sini. Candi Sulung, Candi Bungsu, Magligai Stupa dan Palangka. Candi yang pernah dicalonkan sebagai Situs Warisan Dunia di UNESCO ini antik kesannya. Soalnya terbuat dari batu bata. Jadi warnanya merah batu bata. Artistik kesannya.
Dari mas jaga yang siang itu berada di sana, batu bata yang ada konon di datangkan dari Desa Pongkai yang berjarak 8 km dari kawasan candi. Batu bata itu tidak diangkut oleh gerobak atau truk. Tapi batu bata itu dikirim secara beranting oleh penduduk antar Desa Pongkai dan candi. Mereka berdiri berjajar dan secara beranting menerima dan memberikan bata pada teman disebelahnya. Duh nggak kebayang. Jadi berapa banyak orang ya yang mengerjakan candi itu, kalau untuk mengangkut saja dilakukan oleh masyarakat yang berdiri berjajar dari Pongkai ke candi. 8 kilometer bo ! Ih, cerita turun temurun yang unik.
Begitu selesai potrat potret dan mendengar cerita dari mas jaga yang saya lupa namanya, kami masuk kendaraan. Begitu masuk kendaraan. Bres ! Hujan turun lebat. Bahkan hujan terus sampai kami tiba di Pekanbaru. Pekanbaru pun banjir. Alhamdulillah, pas di Candi Muara Takus tak hujan. Jadi lumayan bisa mendapat gambar bagus-bagus. *** (ira).
Halo Mbak, saya Prima. berniat ke Candi Muara Takus. setelah dilihat-lihat dan googling,saya gak nemuin cara menuju candi ini dengan transportasi umum ya? Apa Mbak punya info?
ReplyDeleteoya, e-mail saya: prima.massabumi@gmail.com
Terima Kasih