Sekumpulan lumbung padi di Baduy Luar |
Perjalanan dari
Baduy Luar menuju Baduy Dalam atau sebaliknya itu menarik. Soalnya ber variasi.
Lewat hutan, jalan tanah yang agak lebar, jalan setapak berbatu. Kadang naik,
kadang menurun. Kadang bagai hutan, kadang di alam terbuka yang menyengat terik
mataharinya.
Belum lewat jembatan kayunya. Bisa juga lewat batu-batu yang ada di sungai, alias nyeberang sungai tanpa jembatan. Trus diiringin gemericiknya suara air sungai. Gemerisiknya suara daun bambu yang tertiup angin. Atau suara binatang yang jarang terdengar. Aneh. Kadang bikin bulu kuduk berdiri. Seruuuu deh.
Belum lewat jembatan kayunya. Bisa juga lewat batu-batu yang ada di sungai, alias nyeberang sungai tanpa jembatan. Trus diiringin gemericiknya suara air sungai. Gemerisiknya suara daun bambu yang tertiup angin. Atau suara binatang yang jarang terdengar. Aneh. Kadang bikin bulu kuduk berdiri. Seruuuu deh.
Pas melewati
rumah-rumah kecil dari kayu dan bambu yang berpanggung, langsung deh lega. Tanda
– tandanya sudah mau sampai nih, pikir saya. Ternyata saya salah duga. Rumah
rumah panggung mungil itu adalah Leuit (lumbung
padi).
“ Ohhhh !”, saya
mengangguk-angguk bengong.
Tambah bengong lagi ketika ujang penunjuk jalan bilang, kalau lumbung
padi itu letaknya tidak pernah dekat dengan rumah pemilik lumbung padi itu.
Maksudnya menghindari bahaya kebakaran misalnya. Jadi apabila terjadi kebakaran
kampung, maka lumbung padi ini terselamatkan. Paling tidak mereka masih punya
persediaan makanan.
“ Jadi masih jauh
dong kampungnya ? “, tanya saya lagi. Si ujang diam saja sambil tersenyum. tersenyum. “Kalau gitu Cibeo
masih jauh ya?” tanya saya lagi. Senyuman dan padangan matanya mengisyaratkan
bahwa perjalanannya masih jauh. Hadeuhhh !
Biasanya kumpulan lumbung padi terletak di tepi jalan yang kami lalui. |
Di Baduy, pada
dasarnya setiap keluarga wajib memiliki lumbung padi. Lumbung ini diisi dari
hasil panen yang mereka sisihkan disaat panenan. Jadi isi lumbung padi ini jelas tidak untuk
keperluan sehari-hari. Bila diperlukan sekali, baru deh di bongkar. Misalnya
pas musim paceklik, bila ada yang sedang sakit, untuk syukuran dan berbagai
keperluan khusus lainnya.
Lantaran tidak
untuk sehari-hari, maka wajar saja bila dalam lumbung ini terdapat beras yang
usianya sudah puluhan tahun. Makanya tak sembarang padi yang mereka tanam.
Mereka punya spesifikasi khusus untuk bibit padinya. Padi standart Baduy ya
pastinya padi yang bisa awet bertahun-tahun di simpan di lumbung.
Saya masih
berdiri di antara leuit-leuit yang
bergerombol di satu tempat di luar kampung Baduy. Bangunannya nampak kuat.
Bahannya sederhana, terbuat dari kayu
dan anyaman pandan atau bambu. Nggak ada paku-paku. Yang saya lihat hanya tali-tali
dan pasak saja yang digunakan. Tangan saya lalu memukul-mukul kayu di pojok
leuit itu. Kuat banget.
Trus, aman nggak
ya ?
Ternyata, meski letaknya jauh
dari empunya, leuit-leuit ini, aman-aman saja. Dari dulu sampai sekarang, belum pernah ada yang laporan kehilangan beras
atau berasnya berkurang . Saya
hanya bisa manggut-manggut, sambil berpikir, mungkin itulah
sebabnya mereka tak mau untuk berkenalan dengan teknologi canggih.
Kebersahajaan, membuat mereka hidup tenang dan damai. *** (ira)
Kearifan lokal seperti ini seharusnya dapat diterapkan di negeri kita ini ya, biar ga pada ngimpor mulu.
ReplyDeleteBener sekali. Sayangnya, kepentingan pribadiamat mendominasi, sehingga lupa pada kepentingan orang banyak. Padahal apa yang diimport itu, semuanya berlimpah dinegeri ini.
Delete