Jukung-jukung itu sudah terlihat walau masih agak gelap suasana paginya. |
Ihhhhhh asyik banget
suasananya. "Tradisional sekaleeee ", Begitulah komentar pertama
saya, saat menjelang jam 6 pagi tiba di kawasan
Pasar Terapung Lok Baintan, Kalimantan Selatan. Pasar tradisional yang terletak
di sungai Martapura itu merupakan warisan leluhur dari nenek moyang para pedagang –pedagang itu. Sudah ratusan tahun loh.
Saya melihat ibu-ibu datang
mengumpul dengan jukungnya. Dari yang
sepi belum nampak jukung, hingga sungai di penuhi jukung – jukung yang pendayungnya hampir semua ibu-ibu dengan
aneka barang dagangan.
Ramai dengan jukung-jukung. Klotok yang beda sendiri itulah kapal wisatawan. |
Sungguh saya senang banget dengan suasana pagi yang terasa segar itu.
Suara-suara mereka ceria. Wajah-wajahnya sumringah. Saling menyapa. Walaupun
saya nggak ngerti apa yang mereka teriakan itu. Tapi menandakan keriangan dan
kebahagiaan mereka.
Rasanya nggak percuma saya datang pagi-pagi. Berangkat jam 5 pagi dari
Hotel Victoria tempat saya menginap yang
terletak juga di tepi sungai. Perjalanan dari hotel dengan kapal klotok yang saya pesan dari hotel itu hanya 45 menit. Jadi biar pun perjalanan masuk ke pedalaman
terasa sepi dan masih gelap, tapi amaaaan. Apalagi pengemudi kapalnya, pak Sasi
banyak bercerita di sepanjang perjalanan.
Para pedagang dengan dagangan di masing-masing jukungnya/ |
Sebenarnya di kota Banjarmasin juga ada pasar terapung. Tapi suasananya
sudah beda, makin lama makin sedikit. Nggak seramai di
Pasar Lok Baintan. Lantaran orang sudah lebih banyak yang senang ke pasar. Sehingga para
pedagang pun mengikuti pembelinya, ikut berdagang di pasar. Kalau tidak, siapa
yang mau membeli dagangan mereka.
Syukurlah pasar terapung yang di Lok Baintan masih ada. Bagaimana pun
suasana di sini beda banget dengan pasar terapung yang ada dikota Banjarmasin. Di Lok
Baintan masih lumayan banyak pedagangnya. Jadi saya masih menikmati suasananya
di sungai yang demikian luas itu. Menikmati aktivitas penjualan dan pertukaran
barang di sungai itu.
Topi khas ibu-ibu bila kepanasan. |
Begitu banyak macamnya barang yang mereka bawa itu. Ada yang sayuran. Ada
yang buah-buahan. Jajanan pasar. Bumbu-bumbu. Bahkan ada
juga yang menjual soto Banjar. Semua penuh terisi barang jualan.
Saking terpesonanya menyimak keramaian di pasar saya malah nggak
ngapa-ngapain. Seneng aja nonton. Awalnya memotret
pun tidak. Ada yang saling bertukar barang. Ada yang
tawar menawar. Bahkan orang-orang yang rumahnya di tepi sungai pun bertransaksi
dari rumahnya. Perahu-perahu itu mendekat.
Pisang ...! Daun Singkong ...! |
Kue-kue yang berwarna warni dan enak. |
Rata-rata mereka menjual ini dan itunya seharga Rp 5.000,-. Perahu-perahu
ini mengikuti aliran arus sungai nya. Jadi bisa terjadi dimenit-menit itu
mereka berkelompok di sana. Tapi menit-menit berikutnya sudah berkelompok di
tempat yang lain. Mereka mendayung kalau akan pindah tempat. Tapi kalau masih disitu-situ
juga mereka biarkan perahunya berayun-ayun dan para pedagang sibuk dengan
kegiatan penjualannya.
Perahu wisatawan selalu menjadi incaran. Saya juga termasuk loh yang jadi
incaran mereka.
“ Tukar bu, tukar bu”, begitu saat mereka menawarkan barangnya. Saya lalu
membeli jajanan nya. Saya lalu kenal dengan seorang penjual
yang namanya Ammie. Ia menjual kuenya. Kue apam. Saya pun beli papare. Warnanya hijau.
Kalau di Bandung banyaknya warna merah dan saya
menyebutnya kue ku.
Seorang ibu dengan anaknya. Dagangannya laris manis. |
Kalau sempat naik ke Jembatan gantungnya juga asyik. Di sini para tamu akan
melihat pemandangan ke bawah. Kalau di sini ya kita sekedar melihat ramainya
saja. Tapi gak bisa ngikutin transaksi jual belinya. Pas di atas jembatan ini
saya mulai nyadar. Soalnya di bawah lewat perahu perahu yang sudah kosong isinya.
Ternyata memang para pedagangnya sudah berkurang. Mereka pulang ke rumah jika
dagangannya sudah laku.
Jembatan Gantung di Pasar Lok Baintan. |
Lihatlah latar belakang pemandangan di bawah jembatan. |
Waduuuuuh ! Padahal masih ingin di situ melihat keramaian pagi di sungai
ini. Ternyata waktu cepat sekali berlalunya. Para pedagangnya sudah tidak
ada. Jam 07.30 udah sepi dan saya tinggalkan
Lok Baintan.
Begitu duduk lagi di klotok. Tak ada
ada aktivitas. Baru terasa lapaaar. Asyiknya dalam
perjalanan pulang ada depot soto Bang Amat. Nah, mampir lah saya di sana. Ternyata perahu-perahu yang saya lihat di sana semuanya makan di Soto Bang
Amat.
Soto Banjar "Bang Amat". Maknyus ! Begitu saya coba, wach sotonya memang maknyuuuus. Apalagi ditemani dengan sate ayam yang ada di situ juga. Doble maknyus ! **** (ira). |
No comments:
Post a Comment