Thursday, October 13, 2016

Heboh Di Puncak Gili Lawa


Panorama di Gili Lawa

Ini lah salah satu pemandangan paling keceh  Gili Lawa di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) - Nusa Tenggara Timur (NTT).  Kali ini panorama cantik ini tak lagi hanya saya lihat di media massa atau pun di media sosial. Saya sudah berdiri tegak bersama teman-teman di puncak bukit Gili Lawa. Daaan menyaksikan keindahan alam semesta ciptaan yang Maha Kuasa dari atas, dari ketinggian puncak bukit Gili Lawa.

     
                                                               
Yuhuy ........... 

Akhirnya  saya sampai juga di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).  Waktu itu, berangkat dari Pelabuhan Kayangan di Lombok  menuju ke kawasan Taman Nasional Komodo. TNK   ini dikenal sebagai  salah satu dari 7 Wonders of Nature.  Setelah di sini saya baru tahu kalau TNK itu kawasannya laut dengan banyak pulau-pulau.  Jadi kemana pun mata memandang yang saya lihat memang laut dengan pulau-pulau kecil yang berupa perbukitan. Coklat kekuningan warnanya lantaran di musim kemarau. Namun bila musim hujan, tanaman dibukit-bukit itu berwarna hijau.

Sebelumnya taman nasional yang pernah saya datangi yaitu  kawasan pegunungan dengan hutan-hutannya. Seperti Taman Nasional (TN)  Baluran, TN Bantimurung, TN Kelimutu, TN Bromo Tengger Semeru dan masih beberapa lainnya.  Jadi perjalanan saya kali ini benar-benar mendapatkan sebuah wawasan yang baru, pemandangan yang lain dan tentu pengalaman traveling yang berbeda lantaran mengikuti Kapal Phinisi Live on Board. Duh hidup di kapal selama 3 hari 4 malam gitu.  

Salah satu pengalaman yang berbedanya tuh gini. Di perjalanan ini ada 3 pulau yang kami kunjungi diantaranya Kepulau Padar, Pulau Kenawa dan Gili Lawa. Ternyata 3 pulau ini tak berpenghuni. Trus ternyata di 3 pulau ini kami musti naik bukit dulu dan disitulah uniknya. Ternyataaaa kami  disuguhi pemandangan yang luar biasa cantiknya dari ketinggian.  Keren. Indah daaaan entah dengan kata-kata apalagi untuk mengungkapkan keindahan dunia milik Sang Pencipta. Meski untuk mendapatkannya harus bersusah payah dulu.

Saya ingat banget, saat saya  akan masuk ke Gili Lawa. Kalau belum ngeliat sendiri, kan nggak bisa membayangkan seperti apa. Lihat di blog orang foto-foto Gili Lawa kan juga terbatas. Gak seperti kalau kita melihat alamnya sendiri seperti apa.  Di ruang yang tak terbatas.

 Waktu itu saya dan teman-teman  naik kapal phinisi yang berlayar dari Lombok.  Malam itu terus terang, saya tak bisa tidur. Tiba-tiba Anggun teman sekamar bangun dan turun mau ke kamar kecil. Saya juga ikutan mumpung ada teman ke bawah. Angin kencang sekali. Ombak juga besar. Di dek kapal, saya melihat teman-teman juga tidur lelap berhamparan di atas alas tidurnya masing-masing.
Semua pakaian yang dijemur bergoyang keras. Saya juga berpegangan pada apa yang bisa saya pegang agar tidak terjatuh.  Di luar gelap sekali. Hitam. Pekat dan tak ada bintang sama sekali. Suara mesin phinisi juga tak terdengar lagi kalah dengan suara ombak. Selesai di toilet kami naik ke kamar lagi dan bersyukur bisa tidur lelap. 

Pas terbangun, ternyata kapal sudah berhenti di dekat Gili Lawa.
Saya dan teman-teman sudah bersiap-siap turun ke kapal yang lebih kecil untuk membawa saya dan teman-teman ke daratan. Dari atas kapal saya melihat lampu-lampu kecil mengular dari bawah ke atas. Wuih, jalur trekkingnya  lumayan kemiringannya. Curam.

“Ih, padet gitu ya itu orang yang jalan ke atas dengan lampu senternya”, seru seorang teman saat kami berkumpul untuk turun ke kapal kecil.

“Tinggi banget ya kayaknya”, celetuk yang lain.

“Kuat nggak ya naik sampai di atas?”, terdengar nada pesimis.

“Kuaaaat. Masih pada muda-muda”, begitu percakapan yang saling memberikan semangat agar  semua teman bisa tiba di puncak bukit.

“Pelan-pelan aja. Cape berhenti. Yang penting sampai atas”, begitu kata saya menguatkan. Padahal dalam hati, saya juga mikir. Kuat nggak ya saya sampai atas. Pokoknya saya berusaha.

Pas sudah turun dari kapal kecil, saya tiba di Gili Lawa dan memulai perjalanan ke atas.  Saya jalan bareng Anggun teman sekamarku.  Sebuah teriakan  yang mengingatkan untuk tidak merokok terdengar berkali-kali.  Semua mematuhi himbauan itu.


Hawanya  masih terasa segar. Udaranya juga bersih.  Terasa banget sewaktu masuk di dada. Saya nikmati banget keleluasaan bernafas di udara yang bersih itu. Nggak sekedar lewat saja.
 Hari mulai sedikit terang. Saya jalan perlahan-lahan. Capek ya brenti. Kalau ada batu ya nyender di batu. Sambil minum air yang saya bawa. Anak-anak muda satu persatu menyusul saya. Mereka juga ngos-ngosan. Saya juga begitu, ngos ngosan. Tapi mereka masih muda. Masih lebih kuat. Jadi jalannya lebih cepat.

Kadang harus berhenti massal. Artinya ada jalan yang sulit. Di atas agak macet. Jadi musti antri. Semua berhenti. Kalau sudah begini, saya bersyukur. Lumayaaaan. Ada kesempatan berhenti dan ambil nafas. Slurp. Seteguk air mengaliri kerongkongan saya.


Akhirnya saya sampai juga di atas, dengan waktu kurang lebih 50 menit.  Di puncak pertama saya berhenti dan rata-rata semua orang juga duduk-duduk menikmati tempat pemberhentian pertama.  Pemandangannya luar biasa. Lautnya tenang. Awannya mulai ada merahnya. Keindahan di kegelapan itu sudah mulai nampak. 


Pemandangan pertama, saat matahari mulai tersenyum.

Ketika saya melihat puncak yang kedua, : 
 “Anggun kayaknya ke tempat yang lebih atas itu lebih cantik deh”, begitu usulku pada Anggun.

“Let’s go!”, Anggun langsung menuju atas. Saya pun ikut dibelakangnya.

Ternyata benar, pemadangan di titik perhentian ke dua itu lebih luas pandangannya. Jadi kelihatan lebih indah. Langsung deh pasang aksi semua. Cetret sana. Cetret sini. Selfie sana sini. Puas sebentar. Ujung-ujungnya juga ..... Go ...... to the top. 


Rudiawan, Sam dan Anggun. Foto terusssss !

Warna warni rumputnya juga bikin cantik

Hayooook naik lagi. Lebih tinggi lagi.  Daaaan sampai deh di puncak yang ke tiga.

Di puncak yang ke 3 ini, wah inilah yang paling tinggi. Muter 360 derajat kelihatan semuanya.   Ya punggung-punggung bukitnya. Ya lautnya yang maha luas. Wouw  ............ Super duper kereeeen. Semua rasa letih  dan hah heh hoh kecapekan lupaaaa. Semua terbayar dengan keindahan yang kecehnya nggak abis-abis.

Lihat tuh kesono. Laut terhampar mengelilingi pulau. Matahari masih terus mengintip. Awannya kuning biru kemerahan. Air laut  pun merupakan pantulan cahaya matahari. Punggung-punggung bukit naik turun berwarna warni. Kuning hijau dan aduhai ada yang ke coklatan. Luar biasa indah. Itulah pesona Gili Lawa Darat.


Ada pohon yang tumbuh subur diantara savana yang meranggas

Gili Lawa lautnya di bawah sana. Beda lagi pemandangannya. Itu lautnya biru bergradasi. Biru tua ada warna toscanya.  Di laut biru itu, lekuk daratannya menjorok kelaut  seakan hendak memisahkan laut yang satu dengan tetangganya. Dan di situ bertebaran kapal-kapal pelancong. Duh, sampai susah mau bilang indahnya pemandangan yang spektakuler ini kayak apa.


Perpaduan warna laut dan daratan yang super keren

Saya mengikuti teman-teman lain yang berpindah dari punggung bukit yang satu ke punggung bukit lainnya. Di situlah indahnya. Lantaran setiap arena menyuguhkan pemandangan yang tak pernah sama. Urusan dan naik turun bukit sudah tidak menjadi masalah lagi. Pas berada di sebuah bukit, saya  dan Anggun sempat meminjam properti foto salah satu travel agency. 

Sampai  jam 8 lebih belum ada satu pun yang turun untuk kembali ke kapal. Padahal seharusnya sudah berada dikapal kembali. Yah siapa juga yang mau meninggalkan pemandangan cantik begini. Teriakan teriakan untuk segera turun sudah mulai terdengar. Waduh berat juga untuk ninggalin pemandangan cantik model begini.  Tapiiiiii ya harus segera turun. Jangan sampai semua telat gara-gara saya. Perlahan-lahan saya turun, Kehebohan di Puncak Gili Lawa itu harus saya tinggalkan.

Ternyata pulau ini memang tidak ada penghuninya. Orang yang kesini hanya menikmati pemandangan dari ketinggiannya saja.  Dan menikmatinya sambil turun kembali menuju perahu di daratan.  Sayang kami hanya bisa menikmati keindahan alam di sana saja. Padahal pemandangan alam bawah laut di kawasan Gili Lawa juga terkenal keindahannya. Bahkan untuk bermain kecipak cecipuk  air di pantai pun kami tak sempat.

Para tamu hanya datang dan pergi.  Bisa pagi. Bisa siang. Bisa sore. Setelah itu langsung naik perahu dan meninggalkan Gili Lawa. Para penjual  makanan dan minuman yang  mulai ada di gili itu  juga hanya sampai sore. Ketika matahari turun, malam tiba, mereka meninggalkan pulau itu. Daan gili itu sendiri  lagi di malam hari.

Inilah gambaran keindahan dari Gili Lawa, sebuah pulau yang disebut-sebut sebagai Pintu Gerbang menuju Taman Nasional komodo, bila kita memasuki kawasan Taman Nasional Komodo dari Pulau Lombok. **** (ira).


Tips Perjalanan :

1. Untuk ke Taman Nasional Komodo (TNK), bisa dicapai dengan naik kapal-kapal yang berangkat       dari Pulau Lombok menuju pelabuhan di Kota Labuan Bajo. Atau bisa langsung mencari kapal-         kapal yang disewakan di Pelabuhan Labuan Bajo.
2. Sebaiknya pergi beramai-ramai karena harga sewa kapalnya mahal. Dengan beramai-ramai,  harga     kapal bisa ditanggung bersama.
3.  Harga kapal dan paket-paket yang ditawarkan bisa beraneka ragam. Pilih yang sesuai dengan              kemampuan fisik dan keuangan.
4. Siap untuk mendaki  ke puncak bukit.
5. Bawalah sepatu yang enak untuk trekking.  Kacamata. Topi. Juga air minum. Khawatir pas tiba di        sana terlalu pagi, belum ada penjual minuman.
5. Waktu itu saya berangkat dengan Travelmate Indonesia. Bisa lihat akun FB dan IG nya.

                                                                                *****



2 comments:

  1. Membaca tulisan ini, serasa mengembalikan saya kesana, dan merasa harus kembali lagi kesana, menikmati exotisme kepulauan Komodo bersama teman travel yang "always keep enjoy & funny fight" apalagi ditambah cerita pengalaman travelling lainnya di indahya Negriku yang di share bu Ira. Jadi pingin selalu sehat dan cari rejeki, biar tetap bisa jalan-jalan

    ReplyDelete
  2. Trima kasih sudah mampir ya Anggun. Kangen banget bisa sekamar lagi pas ngetrip.Saling sharing pengalaman ngebolang.

    ReplyDelete

Terbayang-bayang Pulau Maratua

Terbayang - bayang Pulau Maratua

Sore hari di Pulau Maratua Dalam trip saya ke Kepulauam Derawan, maka saya singgah di beberapa pulaunya. Di antaranya  pulau Maratua,...

Main Ke Stone Garden