Kerennya alam antara Marakesh ke Ait Bin Haddou |
Pagi ini ceritanya saya dan teman-teman akan meninggalkan
Marakesh dan akan menuju ke Hotel Bab Rimal di M Hamid yang terletak di tepian
Gurun Sahara. Perjalanan akan ditempuh selama 7 jam dengan melintas Pegunungan
Atlas.
Yang menarik dalam perjalanan itu ternyata alamnya yang kami
lewati. Perjalana itu sempat melewati bukit-bukit dengan bebatuan yang gersang ada
sedikit hijau-hijaunya tapi diujungnya ada
salju-saljunya. Kami sempat berhenti di
sini untuk memotret pemandangan di situ. Kebetulan sekali ada sekelompok anak-anak
kambing di area tersebut. Jadilah anak-anak
kambing itu menjadi obyek foto yang lucu dengan latar belakang pegunungan yang
bersalju di pucuknya.
Perjalananan berlanjut. Jalanan naik turun dan berkelok-kelok
dengan pemandangan bukit-bukit berwarna coklat. Ada pohon-pohonnya dan juga terlihat
gerumbulan kaktus-kaktus di sana sini. Meski jaraknya berjauhan tetapi
sekali-kali melewati juga perkampungan
dengan rumah-rumah kotak-kotak dari tanah yang berwarna coklat.
Ngopi-ngopi di Tizi Ait Barka |
Ternyata dalam perjalanan itu kami tak hanya berhenti sekali
saja. Kira-kira 1,5 jam perjalanan, kami berhenti di sebuah resto yang merupakan tempat
peristirahatan, yaitu Tizi Ait Barka. Di situ para pelancong bisa menghirup udara
segar sambil beristirahat untuk ngopi-ngopi. Beli-beli souvenir. Ke toilet. Juga berfoto-foto.
Saya juga sempat memotret perbukitannya yang tanah berwarna kecoklatan dengan sedikit tumbuhan
hijau dengan rumah-rumah khas setempat. Rumah-rumah di perkampungan itu di sebut
kasbah.
Jalanan semakin menanjak dan berkelok-kelok. Tak tahu sudah
berapa lama. Kadang di sela-sela bukit nampak bukit-bukit yang masih bersalju
yang semakin menipis. Tentu bentuknya tidak sama dengan salju-salju yang
sebelumnya saya lihat. Sebenarnya saya justru senang melihat-lihat sisa salju.
Karena antara salju dan batu-batu kapur itu membentuk sebuah pemandangan yang
berbeda. Warna coklat bukit-bukit itu diselimuti warna putih-putih yang tak
beraturan.
Jualan souvenir di tengah alam terbuka |
Lama-lama saya merasa mual. Pas lagi puncak-puncaknya mual,
mobil berhenti di sebuah tempat pemberhentian agak atas letaknya. Di san ada
seorang bapak yang menjual bermacam-macam souvenir khas Marocco. Betapa hebat fisik bapak tua tersebut. Ditengah alam yang begitu dingin, tanpa ada
peneduh ia nampak semangat menawar-nawarkan dagangannya. Ada bermacam-macam
keramik yang berwarna-warni dan juga
beraneka bentuk. Patung-patung dan
barang-barang dari bebatuan. Saya
membeli mangkuk tempat tajine, salah satu makanan terkenal di Marocco.
Mungkin lantaran hawanya yang dingin, membuat kendaraan
berhenti lagi. Mereka yang ingin pipis segera ngacir ke toilet. Tak ada
yang jajan makanan atau pun membeli
souvenir lagi meski di situ banyak pilihan. Saya hanya jalan-jalan di tempat
parkiran sambil memotret-motret soalnya tempatnya unik. Rumah dengan pepohonan
yang sudah gugur daun-daunnya dan bertaburan salju.
Tengah hari kami sampai di Ait Bin Hadou. Kami masuk di salah satu rumah makan. Kami
duduk dan ternyata hampir semua tempat terisi
penuh. Itu menandakan, rumah makan ini
pasti enak.
Kami menikmati makan siang yang disuguhkan. Ternyata
makanannya itu lagi itu lagi. Tagine dan teman-temannya. Menurut saya makanan
di sini kurang variasi. Enaknya sih enak. Tapi kalau itu-itu terus ya bosan
juga. Padahal kami baru 4 hari di Marocco. Langsung deh pikiran jadi ingat
makanan di tanah air. Hm ... lalapan,
sambel dan ikan asin. Ah ...nikmatnya.
Tajine, salah satu menu makan siang |
“Nanti kita bakalan ke sana. Itu Kasbah Ait Bin Haddou,” ungkap Mas Sandy leader rombongan kami.
“Oh ....,” itu saja jawaban saya dan juga teman-teman.
Mungkin sudah laper semua. Jadi gak konsen
menjawab dan belum berselera untuk menanyakan lebih lanjut.
Selesai
makan kami menuju bukit yang diujungnya ada sebuah kasbah. Sebuah sungai mengalir di depannya. Kami
justru mengambil gambar dari sungai itu. Refleksi yang ditimbulkan dari air
sungai itu menjadikan kasbah di ujung bukit itu cantik sekali.
Kasbah Ait Bin Haddou |
Banyak
anak-anak kecil di sana. Mereka lucu-lucu dengan muka khas orang-orang sana.
Tentu para turis senang dengan mereka. Tapi jangan salah, begitu mau dipotret,
mereka langsung buang muka atau menutupi mukanya. Mereka tak mau dipotret.
Kecil-kecil juga bisa marah lho mereka.
Banyak turis
yang datang ke tempat ini. Sebenarnya
mereka datang untuk melihat kasbah-kasbah yang terletak di perkampungan dan
desa-desa. Melihat rumah khas dari suku Berber yang dulu menempati rumah ini.
Rumah ini sekarang tak lagi di tempati karena orang lebih suka menempati
rumah-rumah yang modern yang lebih praktis untuk kehidupan sehari-hari. Seperti
untuk pemasangan listrik dan air. Juga ventilasi udara dan beberapa lainnya.
Kasbah Ait Bin Haddou |
Para turis
yang ingin merasakan bagaimana tinggal diperkampungan ini juga bisa. Banyak
yang ingin tinggal di sana. Mudah kok. Soalnya banyak agen wisata yang
menawarkannya. Turis bisa merasakan
sensasi berada di perkampungan kuno itu.
Ternyata kasbah ini memang salah satu rumah-rumah dulu yang
sudah tidak dipakai lagi dan sudah ada sejak abad 17. Keunikan dari kasbah yang
satu ini ternyata juga menjadi kasbah yang menarik perhatian UNESCO. Sehingga
menjadi bangunan yang dilindungi UNESCO.
Semakin
banyak didatangi turis, lantaran Kasbah Ait Bin Haddou ini pernah menjadi
tempat shooting beberapa film diantaranya film Sodom and Gomorrah (1963), Marco
Polo ( 1982), Gladiator (2000) dan King of Persia (2010).
Penjual souvenir |
Puas berada
di sana, kami pulang dan melewati sederetan rumah penduduk yang menjual
souvenir Marocco. Banyak sekali variasi barang yang dijual. Berada di sana menyenangkan sekali. Sayang waktunya tak banyak. Jadi serba terburu-buru. Tapi biar terburu-burum saya gak lupa untuk menawar barang seandainya saya membeli barang. Itu harus dooong! Asyik
kok tawar menawar dengan mereka. *** (Ira)
No comments:
Post a Comment