Friday, July 19, 2013

Singkawang, Merah Disana sini



Lampion di jalan-jalan di Singkawang

Beberapa orang teman bilang¸: “Kalau ke Pontianak, usahakan mampir ke Singkawang “. Sementara , info lainnya yang saya dapat, “ Cap Go Meh di Singkawang itu luar biasa ramainya”.
Penasaran juga kan ?

Ternyata saya beruntung. Saya bisa datang ke Singkawang  pas Perayaan Cap Go Meh 24 tFebruari tahun 2013. Jadi memang ramainya luar biasa di kota 1000 kuil itu. 



Asyiknya saya tiba sesudah magrib di kota Singkawang. Setelah melakukan perjalanan darat kurang lebih 4 jam an dari Pontianak.  Sepanjang mata memandang, yang terlihat gantungan lampion berwarna merah. 
Seisi kota seakan tak mau tertinggal untuk merayakan  Imlek  yang sudah berlangsung 2 minggu dan ditutup dengan Pesta Cap Go Meh. Rumah-rumah berlampion. Rumah-rumah toko pun memajang lampion. Perkantoran apa lagi. Ada lampion yang besar. Banyak juga yang kecil.  Jalanan pun di atasnya bergelantungan lampion.  Sumpah keren abizzzz.

Malam itu, banyak  tamu dari luar kota datang ke Singkawang. Dari luar maupun dalam negeri.  Jangan heran kalau jalanan jadi padet, macet kendaraan dimana-mana. Serasa di Bandung gitu yang sekarang banyak macetnya. Memang saat ini, Pesta Imlek dan Cap Go Meh  bukan lagi pesta orang-orang Tionghoa, tapi sudah menjadi pesta rakyat. Pesta yang ditunggu oleh semua orang. Di Singkawang, semua tujuannya sama,  nonton Pawai Tatung ke esokan harinya.

Salah satu panggung di Stadion Kridasana
Saat itu saya sempat mampir di Stadion Kridasana. Ramai sekali  orang berkumpul di sana. Soalnya memang ada panggung terbuka dan semacam  pasar malam.  Di lokasi ini saya hanya sempat  foto-fotoan di lampion naga raksasa. Bagus banget hiasan naganya. Trus di sekitar gerbang  Tiananmen  yang banyak ornamen warna warni berlampu. Orang-orang dilokasi ini sibuk berfoto. Saya pun  menyempatkan foto dengan Dewi Kuan Im.  Dengan pose apa pun dewi yang satu ini selalu menarik perhatianku.  Ya  kecantikannya, kelembutannya dan hatinya. Ia memang melambangkan seorang dewi dengan kewelas  asihannya dan penyayang.

Naga Raksasa di Stadion Kridasana Singkawang
Dikerumuni banyak orang

Malam itu kami makan malam di Villa Bukit Mas. Alhamdulillah, ada steamboat kesukaanku. Enak dan seger  sekali.  Hmmmm yummy bangets. Capek-capek  suguhannya gak mengecewakan. Lahap sekaleee. Apalagi di sana sini nampak lampu-lampu bertebaran laksana  kunang-kunang yang menari-nari dikegelapan. Lampu-lampu itu memang lampu kamar-kamar hotel maupun dari perumahan yang terletak jauh di sana. Semilir anginnya juga membantu badan yang so berkeringat jadi kembali bersemangat.

Sekembalinya dari makan malam,  kami masih balik menuju Vihara Tri Dharma Bumi Raya yang terletak di jantung Kota Singkawang.  Soalnya pas  kami lewat, banyak orang berkumpul di depan vihara tertua di Singkawang ini.  Banyak orang berkumpul di luar vihara. Saya perhatikan, suasana terramai memang di depan vihara ini.

Saya sempatkan masuk ke vihara. Jujur saja kangen dengan aroma asap  dupanya. Benar saja, di dalam penuh sesak. Banyak yang berdoa, banyak juga  fotografernya. Syukurlah, meski  semua ingin mengambil gambar terbaik, para pemotret masih mengerti etika. Masing-masing berusaha tidak mengganggu mereka yang sedang beribadah.  Berada di sini, tak hanya dalamnya saja yang menarik.  

Lilin di Vihara Tri Dharma Bumi Raya
Uh, warna merah dan warna keemasan yang menjadikan  tempat beribadah ini nampak anggun.
Ornamen-ornamen di bagian luar juga punya  daya tarik tersendiri. Saya tak henti-hentinya mengambil banyak ornamen di sana. Sedang enak-enaknya motret, tau-tau, bres ! Hujan turun. Saya lari ke mobil. Bahkan orang yang ramai di depan vihara pun berlarian kocar kacir mencari tempat yang teduh. Bubar  dengan sendirinya.

Pas pulang  kami masih sempat melewati tempat pelelangan dan juga pasar. Di sana banyak seeekali gerobak  makanan. Ternyata inilah Pasar Hongkong yang terkenal di  Singkawang itu. Pasar yang ,membuat kota  Singkawang itu hidup. Soalnya pasar ini baru mulai kegiatan di sore hari dan tutupnya menjelang subuh. Jadi kalau malam hari kita laper di Singkawang, ya tinggal datang ke sana, semua tersedia untuk memanjakan perut. 

Lewat pasar itu, saya laper lagi. Tapi kalau berhenti, bisa kemalaman.  Pas lihat jam, wadow, udah jam sebelas malam. Padahal besok pagi jam 07.00 gitu sudah harus berada di lokasi untuk nonton Tatung,  kalau mau  dapet tempat yang enak dan strategis. Sumpah deh, kalau ngikutin hati sebenarnya belum pengen pulang ke hotel.  Terbayang saja ramainya jalanan dengan suara motor anak muda yang meraung-raung.

Sampai dihotel, kamarku di serobot orang. Semula kami bakal dapet VIP, akhirnya dapet standart.   Males ribut-ribut, mana capek, mana ngantuk, sudah hampir jam 12 malam, saya terima saja kamar itu. Habis mau kemana lagiiiiiii? Kalau saya ribut, bakalan dapet kamar bagus gitu ? Semua hotel di Singkawang sudah full. Bahkan yang tidur di rumah penduduk juga banyak. Yang tak kebagian hotel pun pada hari H pagi pagi berangkat dari Pontianak ke Singkawang.

Halah, cuman tidur beberapa jam saja, nggak apa lah. Cuman yang membuat saya sempat mau muntah di awal masuk kamar, soalnya bau kamar mandinya itu lho yang gak nahan.  Mungkin sudah lama kamar itu termasuk kamar mandinya tak digunakan. Untungnya kamar tidurnya besar. Dibantu oleh mas petugas hotel,  posisi tempat tidurnya  dipindahkan. Menjauh dari kamar mandi. Mendekat ke jendela.

Selesai mandi dan sholat, saya tidur. Saya masih sempat ngobrol sama Suryani.  Sebelum tertidur, saya lalu  merenung-renung. Meski kesel, tapi kamar ini masih lumayan kalau saya banding-bandingkan. Lalu terbayang lah saya, gimana dinginnya tidur dalam kemah di Gunung Papandayan. Atau pas tidur di lantai bambu dari sebuah rumah bambu di Baduy Dalam. Mana dingin, mana banyak angin masuk dari celah-celah bilik anyaman bambu.  Atau pas tidur di lantai kelas SD Negeri di Pulau Moyo NTB.  Atau pas tidur malam di selembar busa  tipis di dalam kapal  yang menyusuri Sungai Mahakam selama 14 jam.  Emang  enak ?

Di hari pertama perjalanan saya dari Bandung – Jakarta – Pontianak – Singkawang, inilah satu-satunya kekurangan yang terjadi.  Dalam perjalanan kan selalu saja ada kekurangannya. Ada saja hal-hal yang tak terduga. Kadang surprise, kadang  bikin dongkol. Tapi inilah sebuah resiko dalam perjalanan.  Alhamdulillah, saya amat menikmati perjalanan saya dengan segala fasilitas yang nyaman. Alhamdulilah, saya  juga bisa menikmati trip saya dengan segala failitas yang minim, sederhana bahkan nggak terbayang sebelumnya. 

Makin banyak tantangan dalam perjalanan, makin sigap lah kita dalam pengambilan keputusan-keputusan dalam perjalanan. Makin bijak juga kita menyikapinya. Sepanjang kita bisa menerima kekurangan-kekurangan dadakan yang terjadi dalam perjalanan, maka perjalanan itu tetaplah menjadi  perjalanan yang menyenangkan.  (ira).


No comments:

Post a Comment

Terbayang-bayang Pulau Maratua

Terbayang - bayang Pulau Maratua

Sore hari di Pulau Maratua Dalam trip saya ke Kepulauam Derawan, maka saya singgah di beberapa pulaunya. Di antaranya  pulau Maratua,...

Main Ke Stone Garden